Love, Life and Remedies

Sometimes, the most desirable relationship is the one you can't have...

Subscribe
Add to Technorati Favourites
Add to del.icio.us
October 31, 2010

Pasti Kamu Akan Menganggapku Bercanda

Posted by BoewatChat

Pastinya ini bukan punya saya, tapi dari seorang teman di milis-pengarang deng nick: gredikaenha. I put it here because the story is soooo typical about us..

“Dan waktu-pun tidak sanggup melupakan asa itu...”

Hampir sepuluh tahun setelah kelulusan kami tidak pernah bertemu. Dan sekarang, secara kebetulan kami bisa bertemu lagi. secara tidak sengaja, di lampu merah.. Dia dengan seorang wanita yang duduk di samping kiri - barangkali istrinya, dan dua anak kecil yang bermain riang di jok belakang. Sedangkan saya dalam perjalanan pulang dari tempat kerja.

Kami lama berpandangan, saling mengingat dan akhirnya berteriak... Sama-sama kaget, beberapa meter dari lampu merah, kamipun saling menepi, bersalaman dan berpelukan… Saling bertanya kabar… Ternyata benar, yang di dalam itu istri dan dua orang anaknya. Malam ini kami bersepakat membuat janji untuk makan bersama sekedar melepas kangen
dan bertukar cerita.

Selepas senja aku sudah berada di lobi hotelnya. Tidak sampai lima menit kemudian dia muncul -bertiga dengan istri dan dua orang anaknya. Dan kami berangkat menyusuri sudut kota. Mula - mula kami meluncur ke arah dimana kami dulu bersekolah. Sepanjang jalan, kami saling bertukar cerita. puas berkeliling kota, kami menuju warung lesehan.

Sepuluh tahun ternyata menyisakan banyak cerita. Tidak jarang si istri ikut tertawa karena gurauan kami. Apalagi ketika tiba dibagian cerita dimana kami dulu pernah berteriak LAPAARRR!!!.... di depan pintu kos dengan kencangnya sampai terdengar tetangga sehingga dikirimi sepiring nasi lengkap dengan lauknya. Yah, meski malu kami dengan lahap memakannya. Sebuah masa yang indah…

Obrolan pun terus berlanjut hingga malam akan larut. Juga sebagai pertanda saat berpisah sudah tiba. Padahal kami merasa masih banyak yang belum diobrolkan. Aku kembali mengantar dia ke hotel.

“Kapan kamu nyusul menikah? Kok tadi pacarmu nggak di ajak sih?”, tanya dia di akhir perjumpaan.
Aku tertawa menanggapinya, "nanti pasti aku kabari", jawabku.
Dan kami bersalaman lalu berpisah. Sambil tangannya kujabat erat, "Hati-hati di jalan besok", kataku.

* * * * *

“Kapan kamu nyusul menikah? Kata-kata itu terus terngiang dikepalaku.

Entah, barangkali rasanya tidak akan pernah. Ya, aku masih mencintaimu. Sedari dulu ketika kita masih bersama-sama sekolah, sama-sama satu pondokan, hingga saat ini, meski kamu sudah berkeluarga.

Sebenarnya tadi ingin kujawab, “saat ini, denganmu!”. Tapi pasti kamu hanya akan tertawa mendengarnya dan menganggapnya canda.

October 2, 2010

Jangan Aneh – Aneh

Posted by BoewatChat

“Lagi asyik ndengerin Sudjiwo Tedjo, The Sound of Orang Asyik… Kedalaman lirik-nya tersembunyi di balik riang musiknya”

Wong bejo nora koyo awak dhewe
Digadhang-gadhang karo wong tuwo
Dinomo domo ing sabendinane
Saben dino tansah pitungkasan
Lan kinamulan estining tyas
Tan kendhat anggone ngukir jiwo
Sih lumintuning donga wong tuwo
Rino wengi tansah anyenyuwun
Madhep manteb tan kendho

Wong bejo nora koyo awak dhewe
Disengkuyung sanggyo prokonco
Bareng makaryo tur sak ekoproyo
Bares ing samubarang petungan
Sasolahe tan mesti bathine
Kang baku nora ngorbanke liyan
Siningkiran ing reh dengki srei
Ndondomi dhodhoting abebrayan
Golong jiwo nyawiji

Wong bejo nora koyo awak dhewe
Pikantuk dalane jejodhoan
Dalan kang nora mulus lir dalan tol
Nanging ugo dudu dalan kang rungkut
Dudu dalan kang nistho ngarane
Dalane margo kang dilakoni
Romo ibu yo hamung tutwuri
Mimi mintuno kang disesuwun
Madhep manteb tan kendho

He is right.. Hidup kita ini sebetulnya penuh keberuntungan. Dilahirkan ke dunia dengan selamat, dibesarkan kedua orang tua dengan sepenuh doa – penuh kasih sayang, beruntung bisa bekerja – bekerjasama dan tentunya bisa bermanfaat bagi orang lain, sampai akhirnya beruntung bertemu dengan jodoh, teman hidup yang diharapkan akan terus mendampingi tak terpisahkan lagi..

Berkaitan dengan jodoh, specifically mbah Tedjo bilang “dudu dalan kang nistho ngarane”, alias bukan jalan yang nista yang diambil. Artinya beliau menekankan untuk memperoleh jodoh yang baik itu bukan dari jalan yang aneh – aneh, tapi jalan yang “umum” aja lahh.. Yang diterima orang banyak.. Yang lurus.. Jadi pikiran pun tenang nggak harus berhadapan dengan arus kebanyakan.

Gay? Jalan yang diambil memang berat. Dimulai dari lingkup paling kecil, ayah ibu, yang pastinya tidak mungkin cuma “tutwuri’ tapi akan “nggurui”. Sampai ke stigma masyarakat. Pilihannya tidak lagi sederhana, seberuntung “orang biasa” yang dilahirkan – besar – sekolah – bekerja – menikah – punya anak – mati.. Tapi mungkin: dilahirkan – besar – sekolah – mencari jati diri – bekerja – pacaran – putus – sakit hati – pacaran – putus – sakit hati – pacaran – putus – sakit hati – …. dan  setelah itu jalan mungkin akan bercabang, sebagian akhirnya memilih untuk menikah – punya anak – mati, sebagian lagi memutuskan untuk sendiri – adopsi – mati atau yang tidak beruntung malah menjadi gadun tukang gangguin brondong.

Stay low” adalah kuncinya.. Seperti di liriknya mbah Tedjo, nggak usah deh repot – repot menjadi antagonis di lingkungan masyarakat, cukup ikuti suara umum, jangan terlalu provokatif menunjukkan who I am, golong jiwo nyawiji.. In the end, masyarakat juga nggak peduli dengan internal kita kok, selama kita baik ke mereka semua obrolan itu cuma jadi gosip samar di lingkungan arisan ibu – ibu :)

Bertahan dengan jati diri itu tidak berarti melawan semua yang berbeda. Itu artinya kita jujur terhadap diri sendiri dengan tetap rasional dalam menghadapi masyarakat banyak..

September 23, 2010

Live Writer – New Spirit for Blogging

Posted by BoewatChat

“If there is something that makes blogging interesting again, that’s offline tools :p”

Bukannya nggak tahu kalau tools untuk blogging offline tuh udah ada sejak jaman dulu kala, tapi baru kali ini akhirnya nemu tools yang enak banget untuk nulis, “just like the way we write it on the web”.. Ironically that’s from Microsoft :) Windows Live Writer.. Gratis pulak..

Temuan “baru” ini juga menambah rasa bahagia bahwa akhirnya ketemu juga dengan rekan – rekan blogger yang sehati. You know who – or more precisely: you could guess that the new stranger approaching you is not really a stranger. We know each other for some times, already :)

“Yepp, this writing is just the beginning of the new beginning :)”

February 7, 2010

Vector Drawing vs. Digital Painting

Posted by BoewatChat

"My point is that please do spend some times to think on what kind of work-flow we're most get used to..."
Bermain definisi sangat melelahkan, di kamus besar satu kata saja bisa punya beragam makna. However, it is still worth to be noted in advance so that everybody can follow what I'm going to talk about :) I always feel that way :p

OK.. Disini, vector tidak untuk dikontraskan dengan pixel, karena konteks-nya cerita ini adalah membedakan workflow antara sesama "painter". Jadi yang dimaksud vector adalah sketches atau strokes, baik itu hand-drawn maupun digital. Sementara painting adalah goresan brushes. Hasil akhir dari dua approach ini bisa jadi sangat identical, tapi secara konsep proses pembuatan sangat berbeda.

Vector drawing software (notably Adobe Illustrator dan Corel Draw) dibuat berdasarkan asumsi bahwa sebuah "artwork" akan dimulai dengan goresan/strokes. Dari goresan, kemudian di-isi dengan fill color dan gradasi, sampai akhirnya menjadi sebuah karya. In most cases, strokes outline yang sudah susah payah dibentuk itu, jarang sekali ditampilkan.. Well, karena memang tidak relevant dengan hasil akhirnya :) Dengan asumsi workflow seperti ini, maka software tersebut banyak memberikan kapabilitas stroke/line generation (rectangular shape, ellips, etc.) and editing (combine, group, cusp, etc.).. Workflow ini sangat mudah dimengerti oleh non-talented-artist, just like myself ;)

Painting software (seperti Corel Painter, Autodesk Sketchbook dan baru - baru ini Adobe Photoshop), mengambil approach yang berbeda. Sebuah artwork langsung dimulai dengan tumpahan warna, melalui sapuan brushes. Sehingga software ini banyak dilengkapi dengan default brush yang beraneka ragam dan sangat mudah dikustomisasi. Pendekatan ini akan terasa natural buat mereka yang pada dasarnya adalah painter dengan traditional media (paper/canvas, oils, watercolor, conte, and even a pencil - feel free to name others..). Tapi, sungguh sangat sulit buat yang tidak mempunyai talenta untuk menggambar :)

Seiring dengan kemajuan masing - masing software, batasan vector drawing vs. digital painting juga makin blurred. Semua software diatas mempunyai kemampuan keduanya. Illustrator misal-nya, dia membedakan istilah brush, yaitu more advance version of strokes (yang bisa divariasikan properties-nya, seperti: thickness, texture, opacity, etc.) dan blobs (the real "painting brush" yang memang sudah memiliki sifat original brush asli). Corel Painter juga mempunyai Pen tool (harap dibedakan dengan brush "pencil"), yang berguna untuk membuat strokes yang masuk definisi vector drawing. Strokes yang dihasilkan oleh brush pencil lebih mirip dengan konsep blobs-nya Illustrator. Tapi tentu saja, the user experience feeling in using the softwares, tetap akan terasa berbeda karena konsep development masing - masing software tersebut berbeda. Saya lebih mudah mengikuti flow-nya Illustrator dibandingkan dengan Painter.. In this case I must admit that my mathematics score is higher compare to my painting score :p

Photoshop agak berbeda. Walaupun dia lebih tepat dimasukkan ke Painting software, tapi pendekatannya adalah task based, instead of interactive/methodic based (seperti yang digunakan oleh ke-empat contoh software diatas). Task based artinya, Photoshop di-design untuk mempunyai set automation tertentu untuk menyelesaikan sebuah tugas (tentu dengan kemampuan parametric adjustment). Misalnya untuk membuat drop shadow, Photoshop menyediakan efek layer drop-shadow. (Tentu saja Photoshop juga bisa dipakai secara "interactive", copy the object, move behind, change to gray-scale, change opacity, etc.). Karena pendekatan yang task based inilah, Photoshop lebih mudah digunakan untuk digital painting dibandingkan dua software yang lainnya.. Again, terutama oleh not-talented-user-artist-wannabe.. You know who.. ;)

Sayangnya, the real digital painting art tidak dihasilkan oleh task based function, tapi harus interactive. Pake Photoshop, dengan mudah kita bisa convert sebuah photo menjadi looks like hand-drawn (ada banyak plug-ins untuk ini). Tapi, a real hand drawn sketch memerlukan tidak cuma sekali conversion, tapi merupakan gabungan beberapa teknik sekaligus (increase contrast, trim certain part of the image, convert to B&W, layer style, eraser, etc.). Dan itu belum semuanya.. Karena ternyata esensi digital painting adalah bukan meng-copy kemudian merubah bentuk suatu object, tapi mengambil impresi dari objek tersebut.

So, I have to revise my previous target, because it seems that this is the reason of my inability to produce "good" result. So, my very first goal is to learn:
- Color and lighting
- To understand the object and express it

Lagi download video tentang painting and colors for children :p Semoga Tuhan memberkati :) Bismillaahirrahmaanirrahim..

Cum laude from a well known university is not guarantee that we can do everything. Talent is needed for everything and so far I've been lucky that I always pick my best. Will find out for this one :)

January 31, 2010

Digital Painting in Photoshop

Posted by BoewatChat

"The artistry is not coming from our gayness, that's talent..."
Akhirnya setelah sekian lama gak pernah nengokin lapak yang yang satu ini, finally I'm back :). Mid to end 2009 was really the busiest period of my carier.. Selain akhirnya bisa ber-Haji (Alhamdulillah), sekalian mampir sih sebenarnya - mumpung disana, juga bisa nyelesaikan project homework yang udah berbulan - bulan menggantung.. Not really a happy ending, but at least there's a conclusion.

Back to the topic sebelum berubah jadi curcol...

Niat nyeriusin belajar Photoshop udah lama sebenarnya, sejak ada rencana bikin blog rame - rame yang akhirnya gak ketahuan lagi kelanjutannya gimana itu ;). So, I found there are 3 Photoshop genre:
- Photo editing
Buat para photographer dan purist yang nggak ingin komposisi hasil jepretannya berubah drastis.. "Percuma invest di kamera mahal", kata salah satu temen. Mereka ini pengguna Photoshop yang kebanyakan menggunakan fitur photo tuning (levels, curve, etc.) dan kadang - kadang fitur patch-up.. "Buat ngilangin jerawat di muka dan mutihin gigi"..
- Image generation
Mereka ini biasanya yang hobi combine gambar - gambar, termasuk di level terendah yang hobi nggabungin badan si A dengan wajah si B. Di level yang tertinggi tentunya para Ad-designer yang perlu untuk me-montase several pictures untuk jadi kesatuan iklan yang "bunyi".. Mereka ini ahli menggunakan selection tool dan selection method yang lainnya tentu saja..
- Digital painting
Ini dia kasta tertinggi diantara semua Photoshop user. Selain background mereka yang kebanyakan memang real artist (with old-fashioned tools, macam kuas dan kanvas), mereka juga pengguna Photoshop yang paling mengerti fungsi dari tools- tools nya.. Kebanyakan Photoshop hall of fame diisi dari kasta ini, mulai dari yang terendah yaitu meng-convert photo menjadi looks like painting, sampai the real painter (menggambar dengan tangan atau Illustrator untuk kemudian melakukan coloring dan detailing di Photoshop). Keahlian menggunakan brush jadi tolok ukur kemahiran kasta ini..

I want to master Digital Painting, which is my reason to buy a Wacom Intuos4...

As a digital artist wannabe, I set my own target as follow:
1. Beginner (photo conversion to painting)
- Charcoal drawing
- Conte's drawing
- Pastel drawing
- Watercolor painting
- Oil painting
2. Intermediate (conversion with a theme)
Hasil akhir painting-nya harus bisa "didefinisikan" menurut aliran seni lukis di sekolahan: surrealism, cubism, impressionism, expressionism, realism, naturalism, bahkan abstrak sekalipun.. Latihannya dengan cara mencari inspirasi dari lukisan - lukisan karya maestro, untuk kemudian ngambil foto dengan komposisi yang mirip dengan lukisan tersebut, lalu diubah deh ke digital painting menggunakan sapuan brush yang sesuai dengan arah sapuan si maestro..
3. Expert (100% digital painting)
Maksudnya, Photoshop dan Illustrator bener - bener jadi alat pengganti kuas dan kanvas, bukan sekedar photo conversion ;)

Tapi apa daya... Baru sampai charcoal dan conte's drawing ajah rasanya udah sulit banget.. I can convert a photo into a looks like real hand sketch.. Tapi yaa cuma itu.. I lost in the process of understanding what is necessary to be presented in a drawing.

Untuk gambar muka orang misalnya, karena kemampuan Photoshop untuk mencari edges juga terbatas, jadi kadang - kadang sebuah photo mesti di touch up beberapa kali untuk kemudian baru dicari edges nya.. Tapi tetap saja end result-nya seolah - olah overly done dan kehilangan "nyawa" photo-nya itu sendiri..

Stuck in the middle of my own challenges... :(

I think we have to straight-up misconception that painting requires right part of the brain.. The left is dominant during the process..

July 14, 2009

Boy Meets Boy

Posted by BoewatChat

"Can you spot who's gay, who's straight?"
Is there some place far away, some place where all is clear
Easy to start over with the ones you hold so dear

Or are we left to wander, all alone, eternally?


They say that love is in the air, never is it clear

Was it you that kept me wandering through this life?

How to pull it close and make it stay?


(Lyrics: Always on Your Side, Duetos Sting and Sheryl Crow)

OK, walaupun this reality show "Boy Meets Boy" dari Bravo Network (yang juga nge-release "Queer Eye for the Straight Guy") udah tayang di 2003, I never know this kind of show ever exist :p. Dan ternyata, ini juga the one and only gay-dating-show ever aired by Bravo Network. Alasannya? Susah untuk ndapetin lagi orang seperti James sebagai leading-man nya :p. Memang sulit ya bokk, mencari gay yang ganteng, sukses, shy, tapi tulus mencari cinta dan berniat monogamous :). Dalam kehidupan sehari-harinya, James adalah satu grup beach volley-ball dengan Reichen Lehmkuhl, pemenang The Amazing Race 4. Hmmm...

James Getzlaff, seorang benefit administrator (HR staff yang ngurusin payroll dan reimbursement), adalah gay yang ganteng, smart, tapi juga shy. He said, "Sometimes I think that because of this charm, I always attract wrong person...". Ungkapan yang sama sekali tidak menunjukkan "shy" dalam pengertian umum :) Mungkin yang dia maksud adalah tidak berani bilang I Love You duluan... :p Anyway, karena sifat dan idealisme-nya lah maka James tidak pernah punya pasangan yang dia cita-citakan. Alasannya dia ngikutin show ini, to find a love that could be is in the air, but I just couldn't see it. Or I will live alone and getting old...

James dibantu sahabat pere-nya, Andra, berkutat mencari siapa yang kira - kira dapat dijadikan pasangan James dari 15 kontestan yang dipilih oleh producer. Seperti halnya reality show yang lain, James melakukan eliminasi setelah sebelumnya melakukan one-to-one dating. Yang bikin seru adalah sampai menjelang akhir show (last elimination), James dan Andra, tidak mengetahui kalau diantara para kontestan ada yang straight. Mereka ikut program ini untuk mendapatkan cash prize USD 25,000 jika ternyata dipilih oleh James. Sementara kalau yang dipilih James adalah tepat seorang gay, maka James dan pasangannya akan mendapatkan hadiah romantic trip ke New Zealand dan uang saku USD 25,000. Untuk mencegah tereliminasi-nya semua gay atau semua straight di awal series, maka pada masing-masing tahap eliminasi, producer berhak mengelompokkan kontestan dalam tiga grup yang berisi campuran gay/straight. Tanpa sepengetahuan James dan Andra, tentu saja.

Berikut adalah para kontestan-nya:


Can you spot, who from the above pictures are gay, and who are straight? Bocoran tentu saja ada di-sini, but I'd suggest you to guess first, baru nanti lihat kunci jawabannya :) Skor aku? 3 straight kukira gay, 2 gay kukira straight :p. Jelek memang :), tapi di reality show ini sepertinya orang - orang nya sudah dipilih. Yang straight dipilih yang mempunyai beberapa sisi gay-traits, yang gay dipilih yang mempunyai straight-look.

Lesson learned? Jangan sekali - kali stereotyping deh... Kita bisa salah... Yes, there are some gay-traits: tatapan mata yang khas, cara bicara, cara jalan, jari yang lentik, body language, and many others (name it). Tapi untuk tahu bahwa seseorang adalah gay or straight, the only way to confirm it is by asking or telling. So, what's your score? :)

Last but not least, should also be noted that although James had picked his mate during the show, they never went to New Zealand as part of the prize... They broke up only months after the show. Hal yang menyedihkan tentu saja, karena Bravo network mencoba untuk menunjukkan sisi lain dari gay (gay yang monogamous) to the American viewer, tapi sepertinya tidak berhasil. Wajar juga siyy, karena toh James sepertinya mau nggak mau milih "yang mau" saja, bukan benar - benar pilihan hati-nya. Physically, James lebih tertarik ke dua orang straight di show ini (jadi bukan cuma gw yang salah lihat khan?) :p. Well, not really a sad ending for both of them. James akhirnya dating seorang publicists di Universal Picture, and his mate is also dating another gay.

Reality bites...

July 12, 2009

Testosterone vs. East Side Story

Posted by BoewatChat

"When your boyfriend dumps you, what will you do?"
Berbekal semangat Q! Film Festival.... :)

Gay themed movies/serials akan diterjemahkan sebagai movies or TV serials that pictures gay life (including gay love :) ), whether as a whole or part of it. When only part of it is displayed, it should be attributed to one of the main character and should be part of major story-line. Konsekuensi-nya, "Six Feet Under" dapat dimasukkan sebagai gay-themed, tapi "Torchwood" tidak. Yes, walaupun ada John Barrowman di Torchwood and a lot of kissing and steamy same-sex scene. Kenapa tidak? Karena adegan sex di Torchwood cuma tempelan doank :). "Philadelphia" masuk sebagai gay themed (walaupun tidak ada same-sex bed scene sama sekali, only gay romance) tapi "Caligula" tidak (walaupun banyak penis bertebaran and one or two scenes depicting same-sex).

Dari sisi kualitas, kedua film ini (Testosterone dan East Side Story) jauh dibawah HBO mini-series "Angels in America", yang juga mengangkat tema yang sama, a broken relationship and being dump. Tapi masih worth to watch, terutama karena aktornya ganteng - ganteng :). Di Testosterone ada Antonio Sabato Jr. (ada frontal nudity of him yang woowhh, walaupun cuma 1 detik), di East Side Story ada Rene Alvarado (gak terkenal siy, tapi kemiripannya sama suami BCL itu loh yang bikin betah nonton lama - lama :) ).

Karena foto frontal nudity akan merubah status blog gw jadi restricted, jadi yang ditampilkan disini kemiripan si Rene sama Ashraf aja yaa.. :)


Mirip banget khan? Apalagi kalo lihat film-nya... (Pasti-nya Rene lebih hot, body-nya jauh lebih bagus dibanding Ashraf). Pernah ngebayangin Ashraf lagi having sex? Terpuaskan deh disini :) BTW. Ashraf termasuk jenis yang menimbulkan false alarm niyy buat gw. Sama kaya Choky gitu deh. Maklum... my type ;). Suatu irony juga sebenarnya, because all these men are actually straight (at least, by definition that they haven't had any sexual encounters with other men). When straight men portraying gay, kok selalu tampak indah yaa... Gay yang punya pride, respected, know what he wants. Bukan someone pathetic, surreal, slapstick comedian...

Anyway... Back to the topic.

What will you do if your boyfriend dumps you? Many gays kesulitan menerima ini sebagai sesuatu yang "wajar". Jika ada permulaan, maka seharusnya akan ada akhir bukan? Testosterone mengambil tema ini, ketika Dean ditinggalkan begitu saja oleh Pablo (Antonio Sabato), which he thinks is his soulmate, jadilah dia kelimpungan dan stalking him. Bahkan, ketika dia tahu kalau Pablo adalah seorang sex-addict (sehingga pasti polygamous and promiscuous) dan ibu-nya tidak menyukai hubungan mereka. Dean, gelap mata, bela - belain ke Argentina hanya untuk mencari tahu keberadaannya. Bahkan ada twist di akhir cerita that Dean finally do a violence. Testosterone dibuat denga gaya hyper realism, cenderung surreal, jadi logics nya memang sengaja nggak dibikin "lurus". Sayang penggarapannya nggak gitu bagus, story telling nya nggak sehebat Quentin Tarantino :)

Lain lagi dengan East Side Story. Diego (Rene Alvarado) diputus oleh Pablo (yang closeted), hanya karena Diego mengaku di depan keluarganya that he's gay dan Pablo merasa sangat malu ketahuan (and he feels that his job is jeopardized if people knows him gay). Instead of berlama - lama dalam kesedihan, Diego memutuskan untuk lebih "coming-out" (sebelumnya dia semi-closeted), dengan mencoba "gaul" dimulai dengan attending house warming party tetangganya (a gay couple: Wesley dan Jonathan). Dimulai dengan curhat colongan ke Wesley, yang kemudian membesar dan akhirnya jadilah Diego menjadi orang ketiga dalam hubungan Wesley dan Jonathan yang sudah berlangsung dua tahun. Dan ketika hubungan mereka resmi putus, jadilah happy ending untuk Diego. Dia mendapatkan cinta Wesley, orang yang memang lebih bagus untuk dia dibandingkan Pablo.

Well, if we don't experience it ourselves, we know that both responses are not "ideal", right? :) But life is life :), this kind of things happened, love is blind ;). Sooo... If it is you that is dump by your boyfriend (that you think that he's your soulmate), what'd you do?

Me, possibly I'll cry a while and hurt, struggling to forget him (until years ahead? :p ). But while waiting for the right one to come again, I'll just accept or chase whoever comes across. Even if it's just for fun ;)