“Afwan Ustadz, ana masih ingin melanjutkan S2. Jadi terus terang belum siap untuk menikah…”Alhamdulillah, gw selalu dicitrakan sebagai orang baik di lingkungan sekitar gw. Memang karena gw baik – baik juga (readers jangan muntah – muntah yaa...), terutama di lingkungan “home” (kompleks dan kantor). Andai saja mereka tahu gw gimana kalau lagi trip (either business or backpack)… (tetep baik juga siyy, cuma sedikit “liar” ajah) :p
Waktu itu usia gw udah lewat 25 sedikit. Yang pertama usaha untuk men-ta’aruf-kan siapa lagi kalau bukan tetangga samping rumah, Pak Stt. Mungkin karena beliau melihat gw nggak pernah bawa pere ke rumah, nggak pernah pulang malam kecuali dianterin sopir kantor (means that gw bekerja sampe larut), rajin ikutan pengajian RT (diluar halaqah yang “itu”), udah cukup mapan – ganteng lagi, apalagi yang dicari kan? (tapi kok dia nggak pernah curiga yaa, ganteng – ganteng kok nggak punya pacar… Atau gw dianggapnya muslim beneran, yang menjaga “kesucian”? Alhamdulillah :) )
“Eh Mas, saya punya saudara… Cantik nian, orang Bjm. Mau saya kenalin?”, begitu promosinya.
“Wahh, boljug tuh Pak. Tapi dia beneran belum punya pacar? Jangan – jangan udah, tapi nggak berani bilang ke abi-nya…”
“Nggak… Percaya deh sama saya…”
Dan mulailah “ritual” itu. Ada sesi di foto (Pak Stt mencuri – curi tentu saja), kemudian gw juga ditunjukin foto dia. Cantik, manis, jilbab, tinggi (terlihat dari perbandingan dengan teman – temannya yang di foto itu), kuliahnya sih di Univ lokal disana, but not bad lahh… Long story short, jadilah gw berkenalan dengan Ma, dan seterusnya kontak-kontakan via sms dan phone. Belum pernah jumpa darat sampai hari H nya :)
Niat gw sewaktu bilang “iya” waktu itu, sebetulnya setengah “main – main” juga. Gw mikirnya simple, “nambah teman apa salahnya kan?”. But things start to get serious, yang akhirnya bikin gw panik, saat Pak Stt menyampaikan begini, “Kalau bisa jangan lama – lama keputusannya lohh Mas. Kalau belum siap menikah, di khitbah 1) dulu aja, gimana?”
“Yaaaa, gimana? Gw kan mana mungkin serius sama dia… Gw mau-nya sama kamu”, begitu rajuk gw ke (waktu itu masih calon) yayang gw. Dan berikut-nya adalah hari – hari “tidak elegan”, dimana gw berusaha menghindar dari pandangan Pak Stt dan makin jarang nge-response sms Ma. Pulang kerja larut terus tiap malam, tiap weekend pasti keluar kota. Sampai kira – kira satu setengah bulan gw main kucing – kucingan sama beliau dan akhirnya ada rekan kerja yang ngingetin, “Be gentle, communicate your difficulties”.
Nggak enak banget waktu dia bilang begitu, because that means “seluruh dunia” udah tahu ada masalah ini. Dan akhirnya, aku memberanikan diri pada hari H itu, datang ke Pak Stt dan bilang, “Maaf Pak, saya belum siap kalau diminta untuk menikah segera. Saya masih ingin kuliah lagi ke UK…”.
That was my first, yang ternyata kemudian masih berlanjut dengan sequel – sequel berikutnya, termasuk dengan saudara-nya murabbi-ku sendiri…
Lesson learned buat gw (yang ternyata lagi – lagi knowing something doesn’t always mean we can do something):
1. Jangan anggap remeh usaha – usaha orang lain untuk men-ta’aruf-kan kita, karena konsekwensinya bisa serius. Walaupun sebetulnya ini akan tergantung dari kepribadian masing – masing orang (ada yang “easy going”: anggap aja teman, menambah saudara), tapi ketika berhadapan dengan keluarga besar, sikap “menggampangkan” kebanyakan akan menjadi senjata makan tuan. Percaya deh!
2. Sebagai “most eligible bachelor”, keep your profile low. Jangan terlalu aktif di kegiatan masyarakat, yang akhir-nya sering membuat kita jadi “idaman” para ibu – ibu... Untuk anaknya tentu saja :p. Sometimes, becoming a role model is completely unpleasant!
3. Discreet in the community is a challenge. Buat para “pemula”, mentang – mentang di Qmunnity mendapat “dukungan”, kecenderungannya untuk over-PD declaring their gay-ness. That’s completely unnecessary dan sama menyebalkannya dengan para gay liar yang sok discreet. Huhh!
4. Make the move, only if you want it... not because someone told (encourage) you to do so whatever the reasons.
I am single, but not available…
Note:
1) Khitbah: meminang, meminta persetujuan pihak wanita untuk dijadikan calon istri oleh pihak laki-laki.