Love, Life and Remedies

Sometimes, the most desirable relationship is the one you can't have...

Subscribe
Add to Technorati Favourites
Add to del.icio.us
December 18, 2008

Gay vs. Cinta

Posted by BoewatChat

“Aku bahkan udah pada tahap yang ekstrim: tidak percaya lagi ada cinta sejati di kalangan cong…”
Bukaaaan, itu bukan opini gw temans, itu statement-nya rekan Blogger Nei. “Kita ditakdirkan hidup sendirian”, tegasnya. Wuahhh, merana bangettss (atau tepatnya mellow buangett), khas cong (kaya gw juga).

Masa keemasan seorang cong most likely direntang usia late twenties early thirties… Especially sexual encounters… Ini umuran kita (gw) yang udah mulai sedikit mapan di pekerjaan, karir sedang menanjak, have everything (we need), independent dari orang tua (malah mungkin kebalikannya - orangtua dependent ke kita), body dalam kondisi peak (berkat rajin gym), stamina OK. Ada banyak kemudahan, whether mau nyari brondong (baca: gay muda pemula, bukan that shitty-pacar-matre or PP-whore), atau yang sedikit tuwir tapi tajir dan wangi. Yang diperlukan cuma sedikit effort untuk membuka diri ke Qmunnity, while maintaining being discreet to the rest of the world (as much as possible).

Tapi, gimana kalau masa keemasan ini lewat? Masih “laku” kah kita to the relationship “market”? Masih adakah sisa “cinta” disana? Atau, is it already too late to start finding a lifetime partner? Atau, jikapun tidak tertarik ke partnership, masih bisa-kah memuaskan hasrat “try as many different guys as possible”? Ngeriii… Apalagi kalau ngelihat kelakuan pilih-pilih kita sekarang, to use and try to not get being used :p
(Come on… siapa siyy yang mau sama bapa-bapa gendut yang selalu ngeliatin kita latihan dengan pandangan mata nanar itu)

Nggak salah juga kalau akhirnya kita jadi terpola untuk berpikir jangan-jangan… Jangan – jangan, kalau miss ndapetin cinta sejati (partner) di periode ini, maka di periode berikutnya pun tidak akan pernah punya… Itu artinya, kita akan merana – kesepian – tua sendirian???

Berkaca ke pengalaman yang gw jalani, Nei rasanya ada benarnya juga. Kecuali dengan satu yayang (yang sekarang udah memutuskan menikah), gw belum pernah lagi menemukan sebuah cinta, yang diberikan secara resiprokatif, yang no reserve, yang saling mengisi satu sama lain. But heiyy, dia adalah pengalaman gay pertama gw (buat dia yang pertama dan terakhir). Pengalaman pertama means belum ada pembanding lain dan kebetulan yardstick yang menjadi benchmark pertama sudah terlalu tinggi. Jadilah yayang-yang berikutnya kerepotan adjusting themselves. Lahh gw sendiri, setelah ikatan untuk setia yang ketiga – keempat… terlepas, sudah tidak ada lagi hambatan untuk say “Hi” di clubs and wake up the next morning untuk say, “Honey, I must go for the meeting. Could you leave the key at the receptions?” Thanks to my frequent traveling.

Aku nggak tahu definisi cinta sejati-nya Nei. Tapi rasanya, defining cinta sejati sebagai the thing with no reserve, rasanya udah too much. No reserve is identical with the age of innocence, which we aren't anymore… Therefore, why don't we adjust our own expectation about love?

One thing for sure, aku masih menemukan some guys out there yang mau berkorban untuk aku. The only thing missed is “reciprocative” part from my side. Duuhhh!!!

6 comments:

Anonymous said...

apakah gw di masa tua bakal seperti itu juga? life is never easy right?...

Dr Pr said...

hummm...gw masih 7 tahun lagi to be a late 20an..hoho..gpp, let's enjoy this young and rushing blood!!!hoho

BoewatChat said...

hmmm... gay muda pemula, but unfortunately still too young :)

you should find someone at your age first, and give 100% of your love to him... after getting hurt for the first time, then the door to the real gay world will be opened for you :p

Apisindica said...

Tulisannya cerdas. Gue suka. Membuka pikiran gue juga. Well, umur gue juga di atas 25 dan tetep masih belom nemuin partner i want to live with..Hehehehe. Mungkin belom aja kali yah.
Btw, salam kenal yaks!

menjadimanusia said...

kesendirian itu terjadi bukan hanya dengan gay... tapi straight juga ngalamin kali... gw berkali2 melihat contoh, kalo being straight doesn't mean that you will asshole-love-proof and welcome in the perfect-love-world. Nope nope...

Cuman kalau di straight, mereka yang memiliki hubungan yang baik akan mulai menunjukkan hubungannya ke mana-mana, dan kalau di gay, mereka yang memiliki hubungan yang baik akan cenderung tinggal diam di dalam rumah... itu sih...

Reis's said...

Dulu, gw selalu bertanya2, kenapa ya, yang namanya cinta itu harus selalu datang dengan definisi? Dengan segala pra-sayarat yang terkadang begitu memenjarakan (and yes, absenteeism juga suatu bentuk pra-syarat).. kenapa sepasang manusia yang saling mencintai, harus menitik-beratkan bibit, bebet, dan bobot? Lalu, pernah ada yang bilang gini, "Ya iya donk, masa sih loe mau sama seseorang seperti Tukul?"
Dan gw masih terkesiap dengan pertanyaan itu. Sampai di titik itu, gw yakin Nei benar, tidak ada cinta sejati..

Post a Comment