Love, Life and Remedies

Sometimes, the most desirable relationship is the one you can't have...

Subscribe
Add to Technorati Favourites
Add to del.icio.us
February 19, 2009

Slumdog Millionaire

Posted by BoewatChat

"Its written... Udah takdir..."
(Nggak ngerti deh, review Slumdog kok jadi serius begini? Padahal aslinya, film ini kocak banget, menghibur :) )

There are few pre-determined conditions that are present in life: the birth, parents, physical appearance and some others, but then multiple cross roads had taken us into different directions by the power so called choices. And we name that "Destiny"...

Dua bersaudara yang dibesarkan di perkampungan kumuh Mumbay, Salim dan Jamal, Indian Moslem yang terpaksa hidup menggelandang karena ibu mereka terbunuh sewaktu riot between Hindu dan Muslim, mengambil pilihan yang berbeda dalam hidupnya.

Salim, dengan style anak pertama yang begitu pemberani, protektif, cenderung agresif dan ingin dominan, akhirnya memilih untuk menjadi kaki tangan bandit di kemudian hari. Sedangkan Jamal, dengan cita - cita sederhana-nya untuk sehidup semati dengan Latika, akhirnya memilih untuk ikut serta dalam Who Wants to be Millionaire hanya agar Latika mengetahui kalau he is exist.

Dan cerita film ini-pun ter-rajut dari point of view Jamal, pengalamannya mengikuti kuis itu, yang tanpa dinyana akan menyeret dia ke kantor polisi karena dicurigai berbuat curang. Di dalam interogasi kepolisian inilah, flash-back perjalanan adik-kakak yang luar biasa itu akhirnya diceritakan kembali untuk novel readers dan movie viewers.

Kehidupan di perkampungan kumuh Mumbay memang menyedihkan. Anak-anak bermain di lapangan udara, taking risk kehilangan nyawa karena tertabrak pesawat dan kemungkinan dipukuli oleh "satpam" yang bertugas mengamankan landasan pacu. Kemudian adegan kejar - kejaran lucu pun dimulai, satpam yang terlanjur gemas dengan polah anak - anak miskin itu, masuk ke ruang - ruang kumuh di tengah kota Mumbai, dimana kamera film dengan tajamnya memperlihatkan sisi kotor Mumbay. Tapi hebatnya, walaupun gambar yang tampil "menyedihkan", rasanya tidak sekalipun gw say sorry dengan keadaan itu. Background yang suram itu tertutupi dengan semangat dan keceriaan anak - anak disana, dengan rajin-nya belajar sastra: membaca Three Musketeer :) Sindiran atas kesenjangan yang luar biasa antara pendidikan dan real life...

Sindiran atas kesenjangan serupa ditunjukkan juga lewat perbedaan kaya - miskin yang begitu mencolok di Mumbay. Disimbolkan dengan Amitabh Bachan yang datang dengan helicopter, sementara Jamal (dan orang - orang kumuh itu) berak saja masih di atas kubangan. Klimaksnya, tentu saat Jamal melompat kebawah demi mengejar tanda tangan Amitabh. Hampir muntah deh, swear... (detik - detik pengambilan keputusan si Jamal juga bagus banget, nggak bertele - tele, juga nggak terlalu cepat).

Masih bicara "hebat" nya film ini, ketika kesenjangan itu ditunjukkan, sama sekali tidak tergambar kesedihan atau apatis dari anak - anak itu. Everybody are optimist, menerima apa adanya (saya miskin, so what...), semuanya riang gembira... Semangat yang terus terbawa sampai filmnya selesai...

Dan kemudian dimulailah petualangan itu. Salim, Jamal dan Latika akhirnya jatuh ke komplotan koordinator pengemis, yang dengan teganya membuat cacat indra anggota-nya, agar hasil perolehan mengemis mereka lebih banyak. Sejak itulah kehidupan our three musketeers berubah. Salim, yang awal-nya begitu heroik, berani melawan kehendak si boss demi menyelamatkan Jamal, akhirnya kebablasan melampiaskan hasrat memberontaknya sampai dia dewasa nanti. Karena kekerasan hati Salim juga lah, Latika akhirnya terpisah dari Jamal, karena dia tidak mampu berlari mengejar kereta.

Kemudian, dimulailah fasa kakak-adik ini menjadi berandal kecil, jadi guide palsu di Taj Mahal, pencurian sandal, sampai akhirnya mencuri isi mobil turis. Lagi-lagi, kita tidak dibuat sebal dengan tingkah mereka. That's their survival... Satu demi satu kejahatan untuk survive itu dijalankan, sampai akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke Mumbai, dan Jamal akhirnya bertemu Latika kembali.

Pertemuan itu hanya membawa kebahagian sebentar. Ketika Salim, kakak tersayang, begitu teganya merebut Latika. Dan mulailah fasa berikutnya, Jamal memisahkan diri dari Salim dan Latika, the different path has been chosen that leads them to different life.

Cerita berikutnya sudah mulai seperti sinetron Indonesia. Endingnya mudah ditebak dan menjadi bagian terburuk dari keseluruhan film. The good point is that the editor could notice this weakness, jadi ceritanya pun tidak berpanjang-panjang. Sebuah cinta yang sederhana akhirnya menemukan pelabuhannya, at the expense of a death. Dan akhirnya muncul juga tari-tarian khas Bollywood itu :)

Untuk kenang-kenangan, dua lagu bagus dari film ini:
- O Saya
http://rapidshare.com/files/200021031/01-a.r._rahman_feat._m.i.a.-o_saya.mp3
- Jai Ho
http://rapidshare.com/files/200024415/13-a.r._rahman-jai_ho.mp3

8 wins - Academy Awards 2009, including Best Picture.

We are not just the sum of our experiences but how we interpret our experiences...

4 comments:

lucky said...

Thanks ya Om udah ga jadi posting soal film ini. Soalnya takut ntr jadi spoiler sih.

Sampai saat ini gw juga blm baca review nya.
Penasaran...................

Reis's said...

Oooom.. gw dah nonton!!

Reis's said...

Menurut gw (masih kekeuh), kekuatan film ini ada pada gayanya bertutur. Tidakkah gaya yang seperti ini sedang diminati oleh para kritikus? Lihat saja Babel. Milk. atau The Reader.

Ceritanya klise. Bahkan sebelum filmnya berakhir, rangkaian alurnya sudah ada di benak gue: pemudanya orang miskin, lalu ikutan kuis, kemudian menang, lalu di detik terakhir, disangka curang, dibawa ke kantor polisi, lalu diinterogasi, dan flash-back menawan itu pun dimulai. Tapi, klise itu dibungkus dengan baik, dengan rapi, kadang tak terduga (seperti saat kita bertanya2 tentang hubungan boker di kubangan dengan amitabh, atau bagaimana Jamal ga bisa menjawab satu pertanyaan simpel), serta penuh dengan sindiran.

Dan gw sepakat dengan Oom. Ada yang menggelitik tatkala pendidikan mereka dipotret dengan sebuah karya sastra berjudul Three Musketeers.

Mengenai ending ceritanya (bagi gue, ending cerita itu ada di Jamal yang menang dan ketemu Latika, Salim yang meninggal, bukan di tarian ala Bollywodd itu), gw justru suka. Sutradara tidak memilih alur lain yang ribet, yang digantung, yang sedih, dll, tapi menutup rangkaian klimaks itu dengan sederhana. Simple. Dan penonton pulang dengan senyum di bibir, sebagian mungkin masih berharap, 'Andaikata gw si Jamal, yang menang..'.

Mengenai tarian ala Bollywood itu, saya rasa itu hanya aditif. Ada atau tidaknya tarian itu, saya rasa ga terlalu efek ke cerita. Sayang, suguhan itu sudah terlanjur dicap picisan oleh sebagian orang. Tetapi musiknya yang ceria dan riang, adalah desert pelengkap bagi perayaan atas humanisme, dan tentu saja, Destiny. Bahwa dalam kubangan lumpur sekalipun, masih ada harapan yang akan bersinar.

BoewatChat said...

@Reis: setuju banget dahh.. You're good reviewer :)

Post a Comment